Sel darah merah
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Sel darah merah manusia
Sel darah merah,
eritrosit (
bahasa Inggris:
red blood cell (RBC), erythrocyte)
[1] adalah jenis
sel darah yang paling banyak dan berfungsi membawa
oksigen ke jaringan-jaringan tubuh lewat
darah dalam
hewan bertulang belakang. Bagian dalam eritrosit terdiri dari
hemoglobin, sebuah biomolekul yang dapat mengikat oksigen.
Hemoglobin akan mengambil oksigen dari
paru-paru dan
insang, dan oksigen akan dilepaskan saat eritrosit melewati
pembuluh kapiler. Warna merah sel darah merah sendiri berasal dari warna hemoglobin yang unsur pembuatnya adalah zat
besi. Pada manusia, sel darah merah dibuat di
sumsum tulang belakang, lalu membentuk kepingan bikonkaf. Di dalam sel darah merah tidak terdapat
nukleus. Sel darah merah sendiri aktif selama 120 hari sebelum akhirnya dihancurkan.
[2]
Sel darah merah atau yang juga disebut sebagai eritrosit berasal dari Bahasa Yunani, yaitu erythros berarti merah dan kytos yang berarti selubung/sel)
Eritrosit Vertebrata
Eritrosit secara umum terdiri dari
hemoglobin, sebuah
metalloprotein kompleks yang mengandung gugus
heme, dimana dalam golongan heme tersebut, atom
besi akan tersambung secara temporer dengan molekul
oksigen (O
2) di
paru-paru dan
insang,
dan kemudian molekul oksigen ini akan di lepas ke seluruh tubuh.
Oksigen dapat secara mudah berdifusi lewat membran sel darah merah.
Hemoglobin di eritrosit juga membawa beberapa produk buangan seperti CO
2 dari jaringan-jaringan di seluruh tubuh. Hampir keseluruhan molekul CO
2 tersebut dibawa dalam bentuk
bikarbonat dalam
plasma darah.
Myoglobin, sebuah senyawa yang terkait dengan hemoglobin, berperan sebagai pembawa oksigen di
jaringan otot.
[3]
Warna dari eritrosit berasal dari gugus heme yang terdapat pada hemoglobin. Sedangkan cairan
plasma darah sendiri berwarna kuning kecoklatan, tetapi eritrosit akan berubah warna tergantung pada kondisi
hemoglobin.
Ketika terikat pada oksigen, eritrosit akan berwarna merah terang dan
ketika oksigen dilepas maka warna erirosit akan berwarna lebih gelap,
dan akan menimbulkan warna kebiru-biruan pada
pembuluh darah dan
kulit. Metode tekanan oksimetri mendapat keuntungan dari perubahan warna ini dengan mengukur kejenuhan oksigen pada darah
arterial dengan memakai teknik
kolorimetri.
Pengurangan jumlah oksigen yang membawa protein di beberapa sel
tertentu (daripada larut dalam cairan tubuh) adalah satu tahap penting
dalam evolusi makhluk hidup bertulang belakang (vertebratae). Proses ini
menyebabkan terbentuknya sel darah merah yang memiliki viskositas
rendah, dengan kadar oksigen yang tinggi, dan
difusi oksigen yang lebih baik dari sel darah ke jaringan tubuh. Ukuran eritrosit berbeda-beda pada tiap spesies
vertebrata.
Lebar eritrosit kurang lebih 25% lebih besar daripada diameter pembuluh
kapiler dan telah disimpulkan bahwa hal ini meningkatkan pertukaran
oksigen dari eritrosit dan jaringan tubuh.
[4]
Vertebrata yang diketahui tidak memiliki eritrosit adalah ikan dari familia
Channichthyidae.
Ikan dari familia Channichtyidae hidup di lingkungan air dingin yang
mengandung kadar oksigen yang tinggi dan oksigen secara bebas terlarut
dalam darah mereka..
[5] Walaupun mereka tidak memakai hemoglobin lagi, sisa-sisa hemoglobin dapat ditemui di genom mereka.
[6]
Nukleus
Pada mamalia, eritrosit dewasa tidak memiliki nukleus di dalamnya
(disebut anukleat), kecuali pada hewan vertebrata non mamalia tertentu
seperti
salamander dari genus
Batrachoseps.
[7] Konsentransi
asam askorbat di dalam
sitoplasma eritrosit anukleat tidak berbeda dengan konsentrasi
vitamin C yang terdapat di dalam
plasma darah.
[8] Hal ini berbeda dengan sel darah yang dilengkapi
inti sel atau sel
jaringan, sehingga memiliki konsentrasi asam askorbat yang jauh lebih tinggi di dalam sitoplasmanya.
Rendahnya daya tampung eritrosit terhadap asam askorbat disebabkan karena sirnanya
transporter SVCT2 ketika
eritoblas mulai beranjak dewasa menjadi eritrosit. Meskipun demikian, eritrosit memiliki daya cerap yang tinggi terhadap
DHA melalui transporter
GLUT1 dan mereduksinya menjadi asam askorbat.
Fungsi lain
Ketika eritrosit berada dalam tegangan di pembuluh yang sempit, eritrosit akan melepaskan
ATP yang akan menyebabkan dinding jaringan untuk berelaksasi dan melebar.
[9]
Eritrosit juga melepaskan senyawa
S-nitrosothiol
saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan
pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah
tubuh yang kekurangan oksigen.
[10]
Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah mengalami proses lisis oleh
patogen atau
bakteri,
maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan melepaskan radikal bebas
yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta
membunuhnya.
[11][12]
Eritrosit Mamalia
Pada awal pembentukannya, eritrosit mamalia memiliki
nuklei,
tapi nuklei tersebut akan perlahan-lahan menghilang karena tekanan saat
eritrosit menjadi dewasa untuk memberikan ruangan kepada
hemoglobin. Eritrosit mamalia juga kehilangan organel sel lainnya seperti
mitokondria. Maka, eritrosit tidak pernah memakai oksigen yang mereka antarkan, tetapi cenderung menghasilkan pembawa energi
ATP lewat proses
fermentasi yang diadakan dengan proses
glikolisis pada
glukosa yang diikuti pembuatan
asam laktat. Lebih lanjut lagi bahwa eritrosit tidak memiliki
reseptor insulin dan pengambilan glukosa pada eritrosit tidak dikontrol oleh
insulin. Karena tidak adanya nuklei dan organel lainnya, eritrosit dewasa tidak mengandung
DNA dan tidak dapat mensintesa
RNA, dan hal ini membuat eritrosit tidak bisa membelah atau memperbaiki diri mereka sendiri.
Eritrosit mamalia berbentuk kepingan bikonkaf yang diratakan dan
diberikan tekanan di bagian tengahnya, dengan bentuk seperti "barbel"
jika dilihat secara melintang. Bentuk ini (setelah nuklei dan organelnya
dihilangkan) akan mengoptimisasi sel dalam proses pertukaran oksigen
dengan jaringan tubuh di sekitarnya. Bentuk sel sangat fleksibel
sehingga muat ketika masuk ke dalam
pembuluh kapiler yang kecil. Eritrosit biasanya berbentuk bundar, kecuali pada eritrosit di keluarga
Camelidae (unta), yang berbentuk oval.
Pada jaringan darah yang besar, eritrosit kadang-kadang muncul dalam tumpukan, tersusun bersampingan. Formasi ini biasa disebut
roleaux formation, dan akan muncul lebih banyak ketika tingkat serum
protein dinaikkan, seperti contoh ketika peradangan terjadi.
Limpa berperan sebagai waduk eritrosit, tapi hal ini dibatasi dalam tubuh manusia. Di beberapa hewan
mamalia, seperti
anjing dan
kuda,
limpa mengurangi eritrosit dalam jumlah besar, yang akan dibuang pada
keadaan bertekanan, dimana proses ini akan menghasilkan kapasitas
transpor oksigen yang tinggi.
Eritrosit pada manusia
Kepingan eritrosit manusia memiliki diameter sekitar 6-8 μm dan
ketebalan 2 μm, lebih kecil daripada sel-sel lainnya yang terdapat pada
tubuh manusia.
[13] Eritrosit normal memiliki volume sekitar 9 fL (9
femtoliter)
Sekitar sepertiga dari volume diisi oleh hemoglobin, total dari 270
juta molekul hemoglobin, dimana setiap molekul membawa 4 gugus heme.
Orang dewasa memiliki 2–3 × 1013 eritrosit setiap waktu (wanita
memiliki 4-5 juta eritrosit per mikroliter darah dan pria memiliki 5-6
juta. Sedangkan orang yang tinggal di dataran tinggi yang memiliki kadar
oksigen yang rendah maka cenderung untuk memiliki sel darah merah yang
lebih banyak). Eritrosit terkandung di darah dalam jumlah yang tinggi
dibandingkan dengan partikel darah yang lain, seperti misalnya sel darah
putih yang hanya memiliki sekitar 4000-11000
sel darah putih dan
platelet yang hanya memiliki 150000-400000 di setiap mikroliter dalam darah manusia.
Pada manusia, hemoglobin dalam sel darah merah mempunyai peran untuk mengantarkan lebih dari 98%
oksigen ke seluruh tubuh, sedangkan sisanya terlarut dalam
plasma darah.
Eritrosit dalam tubuh manusia menyimpan sekitar 2.5 gram
besi, mewakili sekitar 65% kandungan besi di dalam tubuh manusia.
[14][15]
Daur hidup
Proses dimana eritrosit diproduksi dinamakan
eritropoiesis. Secara terus-menerus, eritrosit diproduksi di
sumsum tulang merah, dengan laju produksi sekitar 2 juta eritrosit per detik (Pada embrio,
hati berperan sebagai pusat produksi eritrosit utama). Produksi dapat distimulasi oleh
hormon eritropoietin (EPO) yang disintesa oleh
ginjal. Hormon ini sering digunakan dalam aktivitas olahraga sebagai
doping. Saat sebelum dan sesudah meninggalkan
sumsum tulang belakang, sel yang berkembang ini dinamai
retikulosit dan jumlahnya sekitar 1% dari seluruh darah yang beredar.
Eritrosit dikembangkan dari
sel punca
melalui retikulosit untuk mendewasakan eritrosit dalam waktu sekitar 7
hari dan eritrosit dewasa akan hidup selama 100-120 hari.
Polimorfisme dan kelainan
Morfologi sel darah merah yang normal adalah bikonkaf. Cekungan
(konkaf) pada eritrosit digunakan untuk memberikan ruang pada hemoglobin
yang akan mengikat oksigen. Tetapi, polimorfisme yang mengakibatkan
abnormalitas pada eritrosit dapat menyebabkan munculnya banyak
penyakit. Umumnya, polimorfisme disebabkan oleh mutasi gen pengkode
hemoglobin, gen pengkode protein transmembran, ataupun gen pengkode protein
sitoskeleton. Polimorfisme yang mungkin terjadi antara lain adalah
anemia sel sabit,
Duffy negatif,
Glucose-6-phosphatase deficiency (defisiensi G6PD),
talasemia, kelainan glikoporin, dan
South-East Asian Ovalocytosis (SAO).
[16]